April 14, 2013
Tangisan Bidadari
TANGISAN BIDADARI KECIL
( KISAH RENUNGAN )
Sore itu Hasan al-Bashri sedang duduk-duduk di teras rumahnya.
Rupanya ia sedang bersantai makan angin. Tak lama setelah ia duduk bersantai,
lewat jenazah dengan iring-iringan pelayat di belakangnya. Di bawah keranda
jenazah yang sedang diusung berjalan gadis kecil sambil terisak-isak. Rambutnya
tampak kusust dan terurai, tak beraturan. Al-Bashri tertarik penampilan gadis kecil tadi. Ia turun dari rumahnya
dan turut dalam iring-iringan. Ia berjalan di belakang gadis kecil itu.
Di antara tangisan gadis itu terdengar kata-kata yang
menggambarkan kesedihan hatinya.
"Ayah, baru kali ini aku mengalami peristiwa
seperti ini."
Hasan al-Bashri menyahut ucapan sang gadis kecil, "Ayahmu juga sebelumnya tak mengalami peristiwa seperti ini."
Hasan al-Bashri menyahut ucapan sang gadis kecil, "Ayahmu juga sebelumnya tak mengalami peristiwa seperti ini."
Keesokan harinya, usai salat subuh, ketika matahari
menampakkan dirinya di ufuk timur, sebagaimana biasanya Al-Bashri duduk di
teras rumahnya. Sejurus kemudian, gadis kecil kemarin melintas ke arah makan
ayahnya. "Gadis kecil yang bijak," gumam Al-Bashri. "Aku akan
ikuti gadis kecil itu."
Gadis kecil itu tiba di makan ayahnya. Al-Bashri
bersembunyi di balik pohon, mengamati gerak-geriknya secara diam-diam. Gadis
kecil itu berjongkok di pinggir gundukan tanah makam. Ia menempelkan pipinya ke
atas gundukan tanah itu. Sejurus kemudian, ia meratap dengan kata-kata yang
terdengar sekali oleh Al-Bashri.
"Ayah, bagaimana keadaanmu tinggal sendirian dalam
kubur yang gelap gulita tanpa pelita dan tanpa pelipur? Ayah, kemarin malam
kunyalakan lampu untukmu, semalam siapa yang menyalakannya untukmu? Kemarin
masih kubentangkan tikar, kini siapa yang melakukannya, Ayah? Kemarin malam aku
masih memijat kaki dan tanganmu, siapa yang memijatmu semalam, Ayah? Kemarin
aku yang memberimu minum, siapa yang memberimu minum tadi malam? Kemarin malam
aku membalikkan badanmu dari sisi yang satu ke sisi yang lain agar engkau
merasa nyaman, siapa yang melakukannya untukmu semalam, Ayah?"
"Kemarin malam aku yang menyelimuti engkau,
siapakah yang menyelimuti engkau semalm, ayah? Ayah, kemarin malam kuperhatikan
wajahmu, siapakah yang memperhatikan tadi malam Ayah? Kemarin malam kau
memanggilku dan aku menyahut penggilanmu, lantas siapa yang menjawab
panggilanmu tadi malam Ayah? Kemarin aku suapi engkau saat kau ingin makan,
siapakah yang menyuapimu semalam, Ayah? kemarin malam aku memasakkan aneka
macam makanan untukmu Ayah, tadi malam siapa yang memasakkanmu?"
Mendengar rintihan gadis kecil itu, Hasan al-Bashri tak
tahan menahan tangisnya. Keluarlah ia dari tempat persembunyianny a, lalu
menyambut kata-kata gadis kecil itu.
"Hai, gadis kecil! jangan berkata seperti itu.
Tetapi, ucapkanlah, "Ayah, kuhadapkan engkau ke arah kiblat, apakah kau
masih seperti itu atau telah berubah, Ayah? Kami kafani engkau dengan kafan
yang terbaik, masih utuhkan kain kafan itu, atau telah tercbik-cabik, Ayah?
Kuletakkan engkau di dalam kubur dengan badan yang utuh, apakah masih demikian,
atau cacing tanah telah menyantapmu, ayah?"
"Ulama mengatakan bahwa hamba yang mati ditanyakan
imannya. Ada yang menjawab dan ada juga yang tidak menjawab. Bagaimana dengan
engkau, Ayah?
Apakah engkau bisa mempertanggungj awabkan imanmu, Ayah? Ataukah,
engkau tidak berdaya?"
"Ulama mengatakan bahwa mereka yang mati akan
diganti kain kafannya dengan kain kafan dari sorga atau dari neraka. Engkau
mendapat kain kafan dari mana, Ayah?"
"Ulama mengatakan bahwa kubur sebagai taman sorga
atau jurang menuju neraka. Kubur kadang membelai orang mati seperti kasih ibu,
atau terkadang menghimpitnya sebagai tulang-belulang berserakan. Apakah engkau
dibelai atau dimarahi, Ayah?"
"Ayah, kata ulama, orang yang dikebumikan menyesal
mengapa tidak memperbanyak amal baik. Orang yang ingkar menyesal dengan
tumpukan maksiatnya. Apakah engkau menyesal karena kejelekanmu ataukah karena
amal baikmu yang sedikit, Ayah?"
"Jika kupanggil, engkau selelu menyahut. Kini aku
memanggilmu di atas gundukan kuburmu, lalu mengapa aku tak bisa mendengar
sahutanmu, Ayah?"
"Ayah, engkau sudah tiada. Aku sudah tidak bisa
menemuimu lagi hingga hari kiamat nanti. Wahai Allah, janganlah Kau rintangi
pertemuanku dengan ayahku di akhirat nanti."
Gadis kecil itu menengok kepada Hasan al-Bashri seraya
berkata, "Betapa indah ratapanmu kepada ayahku. Betapa baik bimbingan yang
telah kuterima. Engkau ingatkan aku dari lelap lalai."
Kemudian, Hasan al-Bashri dan gadis kecil itu
meninggalkan makam. Mereka pulang sembari berderai tangis.
(Yusuf
Mansur Network)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment